Suatu konsep landasan kebijakan pengembangan kawasan perdesaan yang partisipatif dan berkesinambungan
Oleh:
M. F. LISAN, ST
(FT Kec. Ganding Kab Sumenep)
1. Pendahuluan
Perdesaan merupakan suatu bagian wilayah yang tidak
berdiri sendiri. Suatu wilayah bisa disebut perdesaan karena mempunyai
karakteristik yang tidak sama dengan perkotaan. Suatu kawasan yang
aktifitas utamanya atau aktifitas ekonomi penduduknya bersandar pada
pengelolaan sumberdaya alam setempat atau pertanian dinamakan dengan
kawasan perdesaan (UU 24 Tahun 1992).
Dalam pengembangan wilayah,
kawasan perdesaan harus dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan
dengan kawasan perkotaan. Pemahaman yang menyeluruh dan tidak dikotomis
ini menjadi penting dan mendasar dalam penyusunan peraturan atau aturan
main yang berkaitan dengan perdesaan maupun perkotaan, agar terjadi
sinergi dan keseimbangan perlakuan wilayah, khususnya oleh pelaku
pembangunan.
Selama ini masyarakat perdesaan dicirikan dengan
kondisinya yang serba kurang apabila dibandingkan dengan masyarakat
perkotaan. Dari segi ekonomi, jelas terbukti bahwa masyarakat kota lebih
mempunyai taraf kehidupan jauh diatas masyarakat perdesaan. Dari segi
pendidikan, jumlah serta kualitas pendidikan masyarakat desa jauh
dibawah masyarakat perkotaan.
Kemampuan berpolitik masyarakat
perkotaan pun lebih elegan dibanding kemampuan masyarakat perdesaan.
Dari segi ikatan sosial, memang masyarakat perdesaan mempunyai sedikit
kelebihan dibanding masyarakat perkotaan, terutama dalam sikap
tolong-menolong (bergotong-royong) sebagai cerminan dari semangat UUD
45, walau sekarang sifat tersebut mulai tererosi pula dengan masuknya
teknologi informasi ke perdesaan.
Kenyataan tersebut terbentuk
karena sistem, termasuk kelembagaan dan peraturan, yang berkembang
selama ini. Apabila tetap diteruskan, artinya tidak ada terobosan yang
berarti, baik dari sisi kebijakan atau peraturan maupun willingness
Pemerintah serta pelaku pembangunan lainnya, tentu termasuk masyarakat
desanya sendiri, maka mereka akan tetap seperti itu, yaitu miskin dan
tak mempunyai bargaining position. Bahkan predikat negatif lainnya pun
akan semakin bertambah.
Rencana Tata Ruang Perdesaan diharapkan
nantinya mampu menjadi acuan atau koridor bagi semua pihak yang
berkepentingan dengan pengembangan perdesaan. Yang lebih penting lagi
adalah bahwa diharapkan RTR (Rencana Tata Ruang) tersebut mampu menjadi
inspirasi dalam menyusun terobosan untuk mengangkat masyarakat desa
menjadi lebih baik. Untuk itu keterlibatan semua pihak yang
berkepentingan dari mulai proses penyusunan, diskusi perbaikan sampai
pada perumusan draft akhir RTR tersebut menjadi sangat penting.
2. Pola Pikir penyusunan Rencana Tata Ruang Desa
Desa
merupakan suatu lokasi di pedesaan dengan kondisi lahan sangat
heterogen dan topografi yang beraneka ragam. Pola tata ruangnya
sangatlah tergantung pada topografi yang ada. Pola tata ruang merupakan
pemanfaatan ruang atau lahan di desa untuk keperluan tertentu sehingga
tidak terjadi tumpang tindih dan berguna bagi kelangsungan hidup
penduduknya.
Pemanfaatan lahan di desa dibedakan atas dua fungsi, yaitu:
1. Fungsi sosial adalah untuk perkampungan desa.
2. Fungsi ekonomi adalah dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi seperti ,
sawah, perkebunan, pertanian dan peternakan
Dalam penataan ruang desa diperlukan empat komponen, yaitu :
1. Sumberdaya alam,
2. Sumberdaya manusia,
3. IPTEK dan
4. Spatial (keruangan)
Pola
tata ruang desa pada umumnya sangat sederhana, letak rumah di kelilingi
pekarangan cukup luas, jarak antara rumah satu dengan lain cukup
longgar, setiap mempunyai halaman, sawah dan ladang di luar
perkampungan.
Pada desa yang sudah berkembang pola tata guna lahan
lebih teratur, yaitu adanya perusahaan yang biasa mengolah sumberdaya
desa, terdapat pasar tradisional, tempat ibadah rapi, sarana dan
prasarana pendidikan serta balai kesehatan. Semakin maju daerah
pedesaan, bentuk penataan ruang semakin teratur dan tertata dengan baik.
Pola persebaran dan pemukiman desa menurut R Bintarto (1977) sebagai berikut:
1. Pola Radial
2. Pola Tersebar
3. Pola memanjang sepanjang pantai
4. Pola memanjang sepanjang sungai
5. Pola memanjang sepanjang jalan
6. Pola memanjang sejajar dengan jalan kereta api
3. Tujuan
Tujuan penyelenggaraan penataan ruang kawasan perdesaan
1.
mengatur pemanfaatan ruang kawasan perdesaan guna meningkatkan
kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif
terhadap lingkungan buatan, dan lingkungan social
2. meningkatkan
fungsi kawasan perdesaan secara serasi, selaras dan seimbang antara
perkembangan lingkungan dan tata kehidupan masyarakat
3. mencapai tata ruang perdesaan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia
4.
mendorong dinamika kegiatan pembangunan di perdesaan sehingga dicapai
kehidupan perdesaan yang berkeadilan serta menunjang pelestarian budaya
5. menciptakan keterkaitan fungsional antara kawasan perdesaan dan perkotaan
6. mengendalikan konversi pemanfaatan ruang berskala besar
7. mencegah kerusakan lingkungan
8. meningkatkan pemanfaatan SDA dan SDM secara tepat
9. mewujudkan lingkungan perumahan dan permukiman yang layak, sehat aman, serasi dan teratur
10. meningkatkan perekonomian masyarakat kawasan perdesaan.
4. Konsepsi penataan ruang kawasan perdesaan
Pengalaman
yang bisa diambil dari krisis ekonomi di Indonesia adalah bahwa sector
agribisnis merupakan sector yang cukup survive. Dan sector tersebut
berkembang di lokasi yang jauh dari perkotaan atau dengan kata lain
perdesaan. Oleh karena itu pengembangan wilayah perdesaan yang bertumpu
pada sector agribisnis menjadi satu alternatif yang menarik. Konsep
pengembangan tersebut sering disebut dengan konsepsi pengembangan
agropolitan.
Majoritas dari kegiatan masyarakat perdesaan di
Indonesia adalah di bidang pertanian, seperti tanaman pangan,
perkebunan, hortikultura, perikanan maupun kehutanan. Untuk itu modus
yang paling tepat dalam menggerakkan masyarakat perdesaan adalah dengan
melakukan kegiatan pertanian atau agribisnis, baik yang mencakup
subsistem hulu (pupuk dan alat pertanian), subsistem usaha tani (KUD),
subsistem hilir (agroindustri, pemasaran), dan subsistem penunjang
(irigasi desa). Kegiatan tersebut diharapkan mampu memberikan berbaagai
pelayanan sarana produksi, jasa distribusi maupun pelayanan sosial
ekonomi lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan pertanian
dan sekitarnya. Dengan layanan dasar yang sudah terpenuhi tersebut
diharapkan masyarakat desa tidak perlu ke kota lagi untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya, sehingga mereka mampu hidup mandiri di
lingkungannya.
Gambaran konsepsual dari struktur pengembangan kawasan agropolitan mencakup :
a). pusat-pusat kegatan utama
b). sebaran kegiatan-kegiatan permukiman dan pertanian
c). keterkaitan pusat-pusat kegatan produksi
d). orientasi pusat-pusat permukiman (hilir dan hulu)
e). orientasi hubungan keluar dari wilayah (pemasaran)
Agar
kawasan agropolitan ini dapat mempuyai daya saing yang sehat dengan
kawasan lainnya, terutama dalam mengoptimalkan keunggulan komparatifnya,
maka pengembangan kawasan agropolitan tersebut haruslah diberikan
insentif yang mendorong perkembangannya. Pengembangan kawasan tersebut
haruslah dipandang sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kawasan lain
dalam sistem pengembangan wilayah secara menyeluruh.
Untuk itu
disusun strategi pengembangannya yang mencakup pemberian modal awal,
penyusunan kebijakan insentif dan disinsentif agar swasta ikut
berperanserta, perlu dukungan PSD yang memadai, dan mendorong
terbangunnya network untuk pemasaran produknya. Dari aspek penataan
ruang, strategi tersebut dijabarkan menjadi:
1. mendorong terwujudnya keterpaduan program dalam pengembangan agropolitan yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah
2. mendorong terjadinya kemitraan antar wilayah dan antar stakeholder agar terjadi sinergi optimal
3. mendorong terciptanya community driven planning yang mengedepankan keunggulan lokal, tetapi dalam wadah NKRI
4. mendorong terwujudnya pola dan struktur ruang yang mendukung perwujudan agropolitan.
5. Struktur Kandungan Rencana Tata Ruang Desa Partisipatif
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan
1.3 Ruang Lingkup
1.4 Metode Pendekatan
1.5 Mekanisme Partisipasi
1.6 Sistematika Pembahasan
BAB II TINJAUAN KEBIJAKSANAAN REGIONAL
2.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
2.1.1 Rencana Pemanfaatan Kawasan Lindung dan Budidaya
2.1.2 Rencana Sistem Prasarana Wilayah
2.2 Rencana Tindak Kecamatan (Kecamatan Action Plan)
2.3 Arahan Rencana Penataan Bangunan (Building Code)
2.3.1 Pembagian Zona
2.3.2 Peruntukan dan Intensitas Bangunan
2.3.3 Arsitektur
2.3.4 Pengelolaan Lingkungan
BAB III FAKTA DAN ANALISIS
3.1 Kedudukan Desa dalam Konstelasi Regional
3.2 Fisik Dasar Desa
3.2.1 Penggunaan Lahan
3.2.2 Bentuk dan Struktur Desa
3.3 Kependudukan
3.3.1 Jumlah dan Perkembangan Penduduk
3.3.2 Struktur Penduduk
3.3.3 Perkembangan Perumahan dan Permukiman
3.3.4 Sosial Budaya
3.4 Perekonomian
3.4.1 Rute Akses Ekonomi
3.4.2 Area Pengembangan Ekonomi Desa
3.5 Sarana dan Prasarana
3.5.1 Sarana
3.5.2 Prasarana
3.7 Badan Pemerintahan yang Berperan di Desa
3.8 Potensi dan Masalah
3.8.1 Potensi
3.8.2 Masalah
BAB IV RENCANA TATA RUANG DESA
4.1 Visi dan Misi Pengembangan Desa
4.1.1 Visi
4.1.2 Misi
4.2 Rencana Struktur Ruang Desa
4.2.1 Kerangka Utama Pusat Pelayanan
4.2.2 Ruang Utama Pusat Pelayanan
4.3 Rencana Pemanfaatan Ruang Desa
4.3.1 Rencana Tata Guna Lahan Desa
4.4 Rencana Pengembangan Ekonomi
4.4.1 Rute Akses Ekonomi
4.4.2 Rencana Akses dan Pengembangan Area Ekonomi
4.5 Rencana Pengembangan Sarana dan Prasarana
4.5.1 Rencana Pengembangan Sarana
4.5.2 Rencana Pengembangan Prasarana
4.6 Rencana Pengelolaan Lingkungan
4.6.1 Sistem Pengolahan Air Limbah
4.6.2 Sistem Pengelolaan Persampahan
4.7 Rencana Pengaturan Bangunan
4.7.1 Rencana Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
4.7.2 Rencana Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
4.7.3 Rencana Garis Sempadan Bangunan
LAMPIRAN
A. Hasil Kegiatan Sosialisasi :
• Nama Tim kecil Rencana Tata Ruang Desa / Review RPJMDes
• Usulan Warga Desa / MD Perencanaan
• Kesepakatan Warga Desa /RKP Desa
B. Dokumen Kegiatan
• Lampiran kegiatan
C. Dokumentasi Kegiatan
• Tahapan – Tahapan Perencanaan Tata Ruang Desa
D. Standar Fasilitas dan Utilitas
• Standar Fasilitas Umum dan Sosial
• Pengembangan Utilitas
6. Kesimpulan dan Saran
Dari uraian diatas dapat dicatat beberapa hal sebagai berikut:
1.
Bahwa RTR mencakup substansi perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian
bagi pengembangan kawasan perdesaan sebagai bagian dari sistem wilayah
secara utuh.
2. Untuk mengantisipasi ditetapkannya RTR yang
diharapkan menjadi payung dari kegiatan pengembangan kawasan perdesaan,
maka perlu disiapkan pedoman operasionalnya sedini dan sebaik mungkin.
3.
Bahwa pengembangan kawasan perdesaan di Indonesia yang mayoritas
berbasis pertanian dilakukan melalui pendekatan yang menguntungkan
masyarakat sekitarnya yaitu agropolitan based.
0 komentar:
Posting Komentar