|
Robinson (1994) menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses pribadi dan sosial, pembebasan kemampuan, kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak. Sedangkan Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata “empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi ”power” (kuasa), kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya.
Dari pendapat Robinson dan Ife ini dapat diambil pengertian bahwa pemberdayaan diperlukan untuk pribadi/individu atau masyarakat yang tidak punya kemampuan, tidak punya kompetensi, tidak punya kreatifitas dan tidak punya kebebasan bertindak baik karena faktor internal individu atau masyarakat itu sendiri maupun karena faktor eksternal seperti pembatasan ruang kebebasan berkreasi akibat intervensi, marginalisasi, dikotomi dan bahkan karena faktor diktatorism. Maka untuk dapat melakukan proses pemberdayaan yang ideal sudah barang tentu dibutuhkan pemberdaya sejati yang handal, memiliki kapasitas, kapabilitas dan komitmen untuk mengekstrakulasi faktor-faktor internal dan eksternal yang bersifat multidimensional itu. Proses pemberdayaan yang tepat menuju kemandirian individu atau masyarakat dimanapun berada harus mengedepankan aspek “penyadaran, peningkatan kapasitas, pendayagunaan dan evaluating”, dengan cara mengoptimalisasi pengelolaan sumberdaya manusia (managing human resources) dengan tetap tidak mengenyampingkan pengelolaan material atau financial.
Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya (kecenderungan primer). Sedangkan kecenderungan kedua menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog (kecenderungan sekunder).
Keberhasilan kemandirian masyarakat melalui proses pemberdayaan menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk terus berjuang mengimplementasikan kecenderungan primer dan kecenderungan sekunder sebagaimana diurai diatas, selama dua kecendrungan tersebut belum bisa dilakukan maka kemandirian individu dan masyarakat yang didengangdengungkan akan menjadi barang abstrak yang tidak akan pernah tampak dipermukaan bumi persada. Disisi lain pengembangan dan penguatan kelembagaan masyarakat harus terus diupayakan sebagai wadah pemberdayaan dengan tetap mengedepankan kearifan lokal.
Dalam rangka menuju kemandirian masyarakat, Pemerintah Republik Indonesia tercinta telah banyak menggelontorkan program-program pembangunan berdimensi pemberdayaan seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Perdesaan (PNPM-MPd). Dalam program ini menurut pengalaman penulis telah dilakukan dua kecenderungan sebagaimana dijelaskan oleh Pranarka & Vidhyandika (1996) diatas, lalu sudahkah kemandirian masyarakat itu terwujud? Untuk menjawab pertanyaan kritis ini akan lebih bijaksana bila penulis memaparkan sekelumit pandangan dan pengalaman lapangan yang pernah digeluti dengan harapan para pembaca dapat menarik benang merah sekaligus menyimpulkan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan besar itu.
PNPM – MPd adalah program multidimensi yang dirancang untuk tujuan tercapainya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat miskin khususnya di perdesaan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Program ini menempatkan masyarakat sebagai subyek pengelola pembangunan yang dilakukan secara mandiri, transparan, demokratis dan akuntable. Dibalik petualangan para Fasilitator telah dilakukan penguatan kelembagaan masyarakat dan peningkatan kapasitas para pelaku, dimana dari alur tahapan kegiatan PNPM – MPd tampak jelas dipenuhi dengan kepastian “job and training” untuk memastikan individu dan masyarakat mampu menjalankan tugas dan fungsinya. Sisi lain peran para Fasilitator terus berjuang menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu dan masyarakat menuju penguatan kelembagaan yang mandiri dan berdaya.
Sebagaimana diuraikan diatas bahwa proses pemberdayaan menuju individu atau masyarakat mandiri harus mengedepankan empat aspek, yaitu ;
1. Aspek Penyadaran
Dalam aspek ini penulis melakukan pendekatan emosional dari hati ke hati, melakukan kunjungan dari pintu ke pintu kepada personal dan kelompok-kelompok masyarakat, melakukan dialogis atau diskusi dengan para pelaku dan kelembagaan masyarakat yang dari semula bersikap apatis dan berpendapat bahwa program apapun pasti akan sama dengan program lainnya yang kurang menyentuh dan tidak mau tahu kebutuhan nyata dilapangan. Bahkan pembentukan pelaku hanyalah sekedar penempelan identitas tanpa diberikan kewenangan untuk melakukan kreatifitas, fungsi dan tanggungjawabnya, sekaligus tidak ada ruang pemberdayaan. Singkat kata mereka akan termarginalisasi dan tenggelam dalam samudera pengharapan, pencatatan identitas hanyalah sebagai legalitas formal administratif yang dibutuhkan. Berkat kegigihan yang dilakukan secara terus menerus mereka menjadi sadar dan berpendapat bahwa PNPM – MPd tidak seperti yang mereka bayangkan sebelumnya, mereka yang awalnya apatis berubah menjadi proaktif, mereka yang awalnya menentang menjadi kooperatif dan akhirnya dengan sentuhan roh pemberdayaan pada setiap tahapan kegiatannya menjadikan mereka sadar sekaligus memposisikan dirinya sebagai pejuang-pejuang terdepan dalam proses menuju kebehasilan program.
2. Peningkatan Kapasitas
Setelah mereka terbangun dari tidur lelapnya, sadar dari kebingungan saat bangunnya mereka merekonstruksi mimpi-mimpi indah yang sempat kabur dalam realita. Merajut visi dan misi bersama hembusan roh pemberdayaan seraya menggali potensi dirinya menuju peningkatan kapasitas dan integritasnya. Peningkatan kapasitas dilakukan melalui pelatihan - pelatihan sebagaimana diamanatkan oleh program. Penulis seraya mengajak mereka agar mau menggali potensi diri dan lingkungannya sekaligus berharap mereka mampu melaksanakan fungsi dan tanggungjawabnya sesuai job diskription dan konsepsi program. Mereka juga dibekali dengan kemampuan teknik fasilitasi, kemampuan teknik administratif, kemampuan memimpin forum musyawarah secara demokratis dan berwibawa, kemampuan memobilisasi dan mengorganisir masyarakat untuk kepentingan pemberdayaan. Selain melalui pelatihan, peningkatan kapasitas juga dilakukan secara langsung melaui pendampingan dilapangan, dan pembahasan-pembahasan melalui rapat – rapat kordinasi maupun rapat-rapat insidentil yang dilakukan sesuai net assesment atau kebutuhan dilapangan.
3. Pendayagunaan
Pasca pembekalan para pelaku ditempatkan sebagai subyek disemua lini sesuai posisi dan fungsi masing-masing untuk mengelola dan mendayagunakan sumberdaya manusia. Mereka diberikan keleluasaan dan kebebasan berkreasi untuk upaya mendobrak kebiasaan lama yang kurang menguntungkan serta membelenggu individu dan masyarakat dilingkungannya. Dalam hal ini martabat dan kepentingan hidup masyarakat harus dikedepankan menuju kehidupan yang lebih layak dan berdayaguna, menyediakan dan memberikan jasa pelayanan dalam koridor sistem yang berlaku sekaligus mendorong individu dan masyarakat agar terus menggali potensi diri dan lingkungannya untuk kepentingan proses pemberdayaan menuju kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Optimalisasi pendayagunaan pelaku harus dijunjung tinggi untuk menjadikan mereka bermartabat dan lebih percaya diri dalam menjalankan peran dan fungsinya.
4. Evaluating
Evaluasi dilakukan untuk kepentingan standarisasi kinerja para pelaku atas kewenangan yang diberikan sekaligus melakukan penilaian terhadap output yang telah dicapai. Dalam evaluasi ini juga dilakukan identifikasi masalah-masalah yang muncul selama melakukan proses dilapangan untuk ditemukan jalan keluarnya. Selain melakukan evalusi dalam rapat kordinasi juga dibahas tentang rencana kerja bulan berjalan sesuai dengan tahapan kegiatan yang direncanakan semula.
Walhasil PNPM – MPd secara nasional menjadi program pemerintah yang ideal dan dinilai berhasil oleh pihak independen dalam membidik tujuan program dengan tetap mengedepankan “proses pemberdayaan” disetiap tahapan proses yang dilakukan menuju kemandirian dan kesejahteraan, semuga bermanfaat!
Oleh. Patwari (Salah satu fasilitator kecamatan PNPM MPd di Kab. Sumenep)
0 komentar:
Posting Komentar